Karier untuk masa depan tidak dirancang di bangku kuliah. Lebih dari itu, sejak masih berseragam putih biru seseorang sudah harus memetkan minat dan bakatnya agar tidak tersesat ditengah jalan.
Aku ingin pindah jurusan'', keluh Dodi, mahasiswa universitas ternama di Indonesia. Kepada sahabatnya dia tak mampu lagi menyelesekan kuliahnya. Dunia medis, aku Dodi, sama sekali tak menggugah minatnya. Satu-satunya alasan kuliah di jurusan tersebut dan masih bertahan hanyalah demi memenuhi keinginan orangtua.
Dodi tidak sendrian. Masih banyak ''Dodi-Dodi'' lain di dunia ini. Mereka kuliah dijurusan yang salah atau tidak sesuai dengen passion-nya sehingga muncul penyesalan. Gawatnya, penyesalan tersebut terus membekas hingga memasuki dunia kerja.Sebab, ibarat kata,sekali salah memilih jurusan, maka selamanya kita akan berjalan kearah yang salah.
Demi kebahagiaan pada masa depan, membuka wawasan tentang jurusan studi menjadi hal yank sangat penting. Akan lebih baik jika dilakukan sejak Sekolah Menengah Pertama (SMP).Pengenalan sejak dini mengenai jurusan akan memabantu anak dalam memilih jurusan yang sesuai dengan minat dan bakatnya.
Apabila tepat dalam memilih jurusan, kusus yang di alami Dodi pasti tidak akan terjadi
Perlu Tes Minat bakat?
Tes minat dan bakat yang
difasilitasi tenaga profesonal terkadang dibutuhkan. Apalagi jika anak
belum paham betul mengenai minat dan bakatnya. Bagi yang sudah yakin
akan pilihan jurusanya, tes semacam ini mungkin tidak terlalu perlu.
Toh, dengan keyakinan, bisa memunculkan komitmen untuk tekun belajar.Sebutulnya tes ini bisa saja di lakukan sejak SMP, tapi menurut Harini, akan lebih tampak detailnya ketika anak sudah di bangku SMA. Tes yang di lakukan di SMP biasanya hanya untuk rujukan ke mana anak bisa melanjutkan sekolahnya, SMA atau SMK. Pada dasarnya tes psikologi untuk minat bakat itu menggali sisi kognitif. Kita bisa lihat potensi yang terkait dengan penalaran bahasa,angka,atau gambar. Namun sayangnya, menurut Harini, belum ada tes psikologi yang bisa melihat bakat untuk area praktik.
Lagi pula, hasil tes harus dikombinasi dengan berbagai kegiatan yang ditekuni si anak, nilai rapor, dan seberapa jauh ia bisa membawakan diri ketika bersama orang lain. Menurut pemaparan Harini, seharusnya orang tua tahu persis mengenai hal ini. Kuncinya, orang tua siap bersikap netral dan mau mengumpulkn berbagai informasi tentang anaknya. Entah itu mengobrol dengan guru sekolahnya atau guru di tempat les.
Cita-cita masa kecil
Coba sejenak ingat-ingatlah kembali masa kecil Anda. Saat duduk dibangku Sekolah Dasar (SD), biasanya kita sering ditanyai, ''Apa cita-citamu?'' Aneka jawaban pun rame terucap. Ada yang ingin menjadi dokter, polisi, dan bahkan menjadi superman!Meski begitu, cita-cita anak usia SD belum bisa di jadikan patokan. Wawasan mereka belum terbuka dan msaih terpengaruh oleh profesi orangtua ataupun tontonan di televisi. Minat dan bakat barunya bisa di deteksi ketika anak menginjak bangku kelas 2 SMP. Pada fase ini, anak harus sudah bisa menentukan minatnya.
Apakah mau meneruskan di Sekolah Menengah Kerjuran (SMK) atau Sekolah Menengah Atas (SMA)? Maka perlu dicari atau minat dan potensinya dengan tepat.
''Untuk anak-anak tertentu yang memang cocok kerja di bidang praktis, masuk ke SMK itu oke saja,'' ujar L. Harini Tunjungsari , M.Psi, psikolog dari Universita Katolok Indonesia Atmajaya. Tapi, ornag tua harus tetap waspada. Sebab, kata Harini, ada anak yang sekedar ikut-ikutan temanya.
Masa SMA adalah masa krusial dalam hidup. Sebab anak-anak sudah harus memilih area minat: IPA atau IPS. Ketepan pilihan sangatlah penting kerana bakal menentukan pemilihan jurusan dibangku kuliah. Sebagai contoh masuk ke program IPS. Berarti pintu untuk kuliah kejurusan kedokteran atau teknik telah tertutup.
Menurut Psikolog Syarif Ari Ahmadi, M. Psi, minat bisa didesfinisikan sebagai ketertarikan pada suatu bidang yang bertahan cukup lama dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Orang yang punya minat di bidang musik tentu akan mempraktikannya dalam keseharian. Misalnya punya band sendiri. Sementara itu, bakat dilihat dari potensi yang mendukung. Contohnya kemampuan berbahasa atau kemampuan visual. Konkretnya bisa di lihat dari nilai rapor. Pelajaran apa yang nialainya paling menonjol; bahasa, sosial atau eksakta 'kah?
Pendeteksian juga harus didukung oleh orang-orang sekitanya. Sebut saja kemampuan menari. Dia harus mendapat penilaian dari guru tarinya. Ada orang yang senang sekali dengan tari-menari, tapi sang guru bilang bahwa itu bukan kareana bakatnya. Tapi kerja kersanya, hingga bisa mencpai level tertentu. ''Bakat harus dinilai oleh seseorangn yang ahli di bidang tersebut,'' ujar Harini.
Antar minat dan bakat sebaiknya seimbang. Jika berbakat tapi tidak berminat, tentu dia tidak akan bahagia. Misalnya memilih jurusan kuliah kerena kemauan orangtua. Walaupun anak berkognisi di atas rata-rata bisa menjalani studi, hidup akan tertekan.
penulis: Nur Resti Agtadwimarwanti
Ilustrator: Hendra Kurniawan
Posting Komentar